Rabu, 05 April 2017

Tuan Guru Muhammad Zaini Abdul Ghani (Pengarang Maulid Simtudhurror)



TUAN GURU MUHAMMAD ZAINI ABDUL GHANI
Sekumpul, Martapura, Kalimantan Selatan
Oleh: Rahmawati (14.10.870) SMT V PAI B
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFa6qo-B9eD_TJolpQpthYR5w91SzeQhlRKZeT_1fH_x5rx235tJhgVDHPY1hSM7iBMLmop18jf2WZ5AUO4Vkkxu0qbxYjr30e9Ko00K-8wwvorXP6hhZYMdfBmXwPd9bNTFeVCpPxvDKd/s200/index.jpeg
Islam merupakan agama yang menjadi mayoritas di negeri Indonesia ini. Sebuah agama yang berkembang dengan pesat sejak kerajaan Islam pertama kali didirikan yakni kerajaan Samudera Pasai, yang dari masa ke masa mengalami peningkatan yang baik dalam perkembangannya di dalam dunia pensyiaran Islam di nusantara ini. Jejak khazanah Islam merambah hingga ke seluruh penjuru nusantara mulai dari Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, bahkan hingga ke pulau paling timur di Indonesia yakni Papua. Pertumbuhan dan perkembangan islam dibantu juga oleh para Walisongo dan juga para ulama’ yang terdahulu, yang juga memiliki jasa yang besar dalam perkembangan Islam di nusantara. Salah satunya adalah seorang tokoh ulama’ Islam yang sangat termasyhur di Kalimantan Selatan karena suaranya yang sangatlah khas nan merdu. Beliau merupakan perintis pembacaan Maulid Simtudduror, atau yang biasa dikenal dengan sebutan Maulid Habsyi di Pulau Borneo. Ia merupakan salah satu diantara tiga tokoh ulama’ yang sangat termasyhur di Pulau Borneo, diantaranya ialah asy-Syeikh Muhammmad Arsyad al-Banjari dan Kyai Sarwani Abdan, pendiri Pondok Pesantren Datuk Kalampayan Bangil.
Tuan Guru Muhammad Zaini Abdul Ghani atau yang biasa disebut Guru Ijai, atau Guru Sekumpul merupakan seorang tokoh ulama’ yang tidak hanya disegani oleh umatnya saja, tetapi para ulama’ dan pejabat pun menyegani sosoknya. Ia merupakan sekian dari ‘permata’ yang berada di Martapura, Banjarmasin. Ia merupakan seorang tokoh ulama’ keturunan al-‘Allamah asy-Syeikh Muhammmad Arsyad al-Banjari atau yang biasa dikenal dengn sebutan Datuk Kalampayan yang dengan tekadnya berusaha menghidupkan kembali ilmu dan amalan amalan serta thariqah yang diamalkan oleh al-‘Allamah asy-Syeikh Muhammmad Arsyad al-Banjari. Karena itu, majlis pengajiannya selalu merujuk ke al-‘Allamah asy-Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, yang pada hakekatnya sumber rujukan utamanya adalah al-Qur’an, hadis Nabi Muhammad SAW, serta ajaran para salafunasshalihin.
Kelahiran Tuan Guru Sekumpul
        Nama lengkap Guru Sekumpul ialah Tuan Guru Muhammad Zaini Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Samman bin Muhammad Sa’ad bin Abdullah bin Muhammad Khalid bin Hasanuddin bin asy-Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari. Tuan Guru Muhammad Zaini Abdul Ghani saat kecil dikenal dengan nama Qusyairi. Ayahnya bernama Abdul Ghani bin Haji Abdul Manaf, sedangkan ibundanya bernama Hajjah Masliah binti Haji Mulya.[1]
Tuan Guru Muhammad Zaini Abdul Ghani merupakan anak pertama. Beliau dilahirkan di Tunggul Irang, Dalam pagar, Martapura  pada malam Rabu tanggal 27 Muharram 1361 H, yang bertepatan dengan tanggal 11 Februari 1942 M. [2]
Masa Kecil Guru Sekumpul
Pada masa kecil, Tuan Guru Sekumpul selalu digembleng dan diberi bimbingan intensif dari kedua orangtuanya begitu juga dari sang nenek, Salbiyah. Sang ayah, Abdul Ghani bin Abdul Manaf, selalu mendidik anaknya dalam belajar akhlak ataupun pengetahuan dengan cara menanamkan nilai nilai islami seperti tauhid, akhlak, serta belajar membaca al-Qur’an. Tidak heran jika semasa Ia kecil, Tuan Guru Sekumpul sudah memiliki sifat sifat mulia  yang tertanam subur di dalam dirinya seperti penyabar, ridha, pemurah, kasih sayang terhadap siapa saja serta memiliki pribadi yang tidak pemarah. Sehingga apapun yang terjadi pada dirinya beliau tidak pernah mengeluh dan mengadu kepada kedua orangtuanya sekalipun Tuan Guru Sekumpul pernah dipukuli dan dihina oleh orang orang yang hasud dan dengki terhadap dirinya. Ini semua karena beliau memiliki sifat sifat mulia tersebut.
Tuan Guru Muhammad Zaini Abdul Ghani adalah seorang yang sangat mencintai para ulama’ dan orang orang shaleh, hal ini tampak ketika beliau masih kecil. Beliau selalu menunggu di tempat yang  biasanya Tuan Guru H. Zainal Ilmi lewati ketika hendak pergi ke Banjarmasin, hal ini Beliau lakukan semata mata hanya untuk bersalaman dan mencium tangan Tuan Guru H. Zainal Ilmi.[3]
Ayahanda Guru Sekumpul
            Abdul Ghani bin Abdul Manaf, ayah dari Guru Zaini adalah seorang ayah yang shaleh dan sabar dalam menghadapi segala problematika kehidupan dalam keluarganya. Beliau merupakan orang yang sangat pintar dalam menyembunyikan derita dan cobaan hidup. Beliau tidak pernah mengeluhkan derita dan duka dalam hidupnya kepada siapapun kecuali kepada Allah ta’ala. Segala cobaan dalam keluarga yang beliau terima justru menjadi pendorongnya untuk berbuat ikhlas, sabar, serta terus berusaha mencari penghidupan yang halal, menjaga hak orang lain serta tidak berbuat mubadzir.
            Keluarga Tuan Guru Zaini hidup dalam balutan kesederhanaan dan kekurangan. Kala itu, mereka sekeluarga terdiri dari empat orang anggota keluarga. Karena saking miskinnya, dalam sehari mereka hanya makan satu nasi bungkus dengan telur dadar sebagai lauknya yang dibagi menjadi empat bagian/potongan. Walaupun dengan kemiskinan yang menghimpit keluarga ini, tak pernah sekalipun diantara mereka yang mengeluh dengan ketetapan Allah SWT tersebut.
            Pernah suatu ketika, Tuan Guru Zaini  kecil sedang bermain dengan mainan yang Ia buat sendiri dari batang pohon pisang/gedebog. Tanpa sengaja ayahnya keluar rumah dan melihatnya. Dengan tutur katanya yang lembut nan ramah, sang ayah menegurnya: “Nak, sayang sekali mainanmu itu, padahal yang engkau buat itu dapat dibuat sayur.” Maka dengan segera Tuan Guru Zaini segera menyerahkan batang pohon pisang itu kepada sang ayah. Akhirnya dibuatlah sayur dari batang pohon pisang tersebut yang akhirnya menjadi menu makan keluarga Abdul Ghani.
            Untuk menghidupi keluarganya, Abdul Ghani membuka kedai teh. Dalam perniagaannya itu, beliau mengatur usahanya dengan baik. Setiap laba dari usaha dagangnya selalu beliau bagi menjadi tiga, sepertiga untuk menghidupi keluarganya, sepertiganya untuk menambah modal usaha, dan sepertiga yang terakhir adalah untuk disedekahkan. Subhanallah, walaupun sepertiga laba yang beliau gunakan untuk menghidupi keluarganya terbilang pas-pasan, namun keluarga Abdul Ghani ini tidak pernah kikir terhadap harta dan mereka selalu mengigat orang orang di bawah mereka yang kurang beruntung seperti mereka. Ini adalah sebuah realita kehidupan yang sudah sangat jarang kita temui di negeri kita ini. Bahkan tentang hal ini, pernah salah seorang berkata:”Bagaimana tidak berkah hidupnya jikalau seperti itu.”
            Kasih sayang yang sang ayah berikan terhadap anaknya, Tuan Guru Zaini, sangat besar. Semisal dalam sebuah cerita masa kecil Tuan Guru Zaini, kala itu rumah beliau yang sudah sangat rapuh dan reot sedang diterjang hujan yang sangat deras. Sehingga air hujan masuk merembes dari atap atap rumah beliau. Demi melindungi sang anak tersayang, ayahnya menelungkupi Tuan Guru Zaini dari guyuran air hujan dan rela membiarkan dirinya basah kuyup demi bukti cinta dan kasih sayangnya terhadap sang anak.[4]
Masa-Masa Pengembaraan Ilmu KH. Zaini bin Abdul Ghani
            Pada tahun 1949 M, saat beliau berusia 7 tahun, Beliau masuk ke Madrasah Ibtidaiyah Darussalam, Martapura. Diantara guru gurunya masa itu adalah:
1.      Guru Abdul Muiz.
2.      Guru Sulaiman.
3.      Guru Muhammad Zein.
4.      Guru H.Abdul Hamid Husein.
5.      Guru H. Rafi’i.
6.      Guru Syahran.
7.      Guru Husein Dahlan.
8.      Guru H. Salman Yusuf, serta masih banyak lagi sederetan nama yang menjadi guru-gurunya semasa di tingkat Ibtidaiyah.
Kemudian pada tahun 1955 M, saat itu beliau menginjak usia 13 tahun, Ia melanjutkan pengembaraan ilmunya ke Madrasah Tsanawiyah Darussalam, Martapura. Pada masa ini beliau sudah belajar dengan guru-guru besar yang ahli dalam bidang keilmuannya, diantaranya adalah:
1.      Asy-Syeikh Husein al-Qadri.
2.      Asy-Syeikh Salim Ma’ruf.
3.      Asy-Syeikh Semman Mulya.
4.      Asy-Syeikh Salman Jalil.
5.      Asy-Syeikh Sya’rani ‘Arif.
6.      Asy-Syeikh Nashrun Thahir.
7.      K.H. Aini Kandangan.
Kalau kita cermati, tokoh-tokoh di atas merupakan tokoh tokoh besar yang sudah tidak diragukan lagi pada masa itu. Seperti K.H. Husein Qadri lewat buku-buku karyanya seperti Senjata Mukmin yang banyak di cetak di daerah Kalimantan. Sedangkan asy-Syeikh Semman Mulya paman beliau yang secara intensif mendidiknya, baik ketika berada di sekolah maupun di luar sekolah. Dan ketika mendidik Guru Ijai, Guru Semman hampir tidak pernah mengajarkan langsung bidang-bidang keilmuan itu kepadanya kecuali di sekolahan. Tapi Guru Semman langsung mengajak dan mengantarkannya untuk mendatangi tokoh tokoh terkenal dengan spasialisasinya masing-masing. Baik itu mereka yang berada di daerah Kalimantan maupun yang berada di Pulau Jawa.  
Seperti ketika ingin mendalami hadis dan tafsir, Tuan Guru Semman mengantarkan beliau kepada asy-Syeikh Anang Sya’rani yang terkenal sebagai muhaddis dan ahli tafsir. Menurut Guru Ijai sendiri, di kemudian hari ternyata Guru Semman adalah pakar di semua bidang keilmuan islam itu. Tapi karena kerendahan hati dan ketawadhuannya, maka Ia tidak menampakkannya di depan khalayak umum. Sedangkan asy-Syeikh Salman Jalil adalah pakar ilmu falak dan ilmu faraidh.
Pantang Menyerah Dalam Menuntut Ilmu
            Setelah selesai mengais ilmu di bangku Madrasah Tsanawiyah, Tuan Guru Sekumpul melanjutkan pengembaraan ilmunya kepada para tokoh ulama’ rujukan umat di zamannya, diantaranya adalah:
1.      Kyai Falak.
2.      Asy-Syeikh Yasin bin Isa al-Fadani.
3.      Asy-Syeikh Hasan al-Masyath.
4.      Asy-Syeikh Ismail al-Yamani.
5.      Asy-Syeikh Abdul Qadir al-Baar.
6.      Asy-Syeikh Ali Junaidi bin Qadhi Muhammad Amin bin Mufti Jamaluddin bin asy-Syeikh Muhammmad Arsyad al-Banjari.
Setelah berguru kepada sekian ulama’ dan guru-guru besar di zamannya, beliau pun seakan masih haus akan ilmu pengetahuan, maka kembali menuntut ilmu kepada dua tokoh ulama kenamaan yang menjadi rujukan umat dizamannya dan menjadikan kedua tokoh ini sebagai guru khususnya. Kedua ulama tersebut adalah:
1.      Asy-Syeikh Tuan Guru Muhammad Syarwani Abdan.
2.      Al-‘Allamah asy-Syeikh Muhammad Amin Kutbi.[5]
Sifat, Perangai, dan Dakwahnya
Setelah dewasa, maka tampaklah kebesaran serta keutamaannya dalam berbagai hal dan banyak pula orang yang belajar kepadanya. Selain sebagai ulama yang ramah dan kasih sayang kepada setiap orang, beliau juga orang yang tegas dan tidak segan-segan menegur para penguasa apabila menyimpang dari jalan Allah swt dan Rasul-Nya.
Sifat lemah lembut, kasih sayang, ramah tamah, sabar dan pemurah sangatlah tampak pada dirinya, sehingga beliau dikasihi, beliau dikasihi dan disayangi oleh segenap lapisan masyarakat, sahabat, serta para muridnya. Jikalau ada orang yang tidak senang melihat keadaannya dan menyerang dengan berbagai kritikan serta hasutan, maka beliau pun tidak pernah membalasnya. beliau hanya diam dan tidak ada reaksi apapun, karena beliau menganggap mereka belum mengerti bahkan tidak mengetahui serta tidak mau bertanya.
Beliau adalah seorang yang mempunyai prinsip dalam berjihad yang benar-benar mencerminkan apa-apa yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Suatu contoh, jikalau beliau akan menghadiri suatu majelis yang sifatnya dakwah Islamiyah, atau membesarkan dan memuliakan syi’ar Agama Islam. Sebelum beliau pergi ke tempat tersebut, beliau terlebih dahulu menyumbangkan hartanya untuk pelaksanannya, kemudian setelah itu beliau akan datang menghadiri. Jadi benar-benar beliau berjihad dengan hartanya lebih dahulu, kemudian dengan anggota badannya. Dengan demikian beliau benar-benar mengamakan kandungan al-Qur’an yang berbunyi: “Wajaahiduu bi amwalikum wa anfusikum fii sabilillah.”
Menjadi Pusat Rujukan di Kalimantan
Tuan Guru Zaini Abdul Ghani, adalah satu-satunya Ulama di Kalimantan, bahkan di Indonesia yang mendapat izin untuk mengijazahkan (membaiatkan) Thariqah Sammaniyah. Oleh karena itu, banyak yang datang kepadana untuk mengambil bai’at thariqah tersebut, bukan saja dari Kalimantan, Pulau Jawa, bahkan dari luar negeri.
Tuan Guru Zaini Abdul Ghani merupakan seorang yang senantiasa istiqamah dalam segala hal. Terlebih-lebih dalam berdakwah. Dalam mengajar dan membimbing umat, beliau tidak mengenal kata lelah. Meskipun dalam keadaan kurang sehat, beliau masih tetap mengajar.
Karena dengan mengajar, beliau merasakan sebuah keberkahan yang tak ternilai harganya. Hampir semua kegiatannya beliau pusatkan di Mushala ar-Raudha, sebuah bangunan mewah yang didirikan sebagai pusat semua kegiatan dan dakwahnya.
Karamah dan Kelebihan Guru Ijai
Salah satu pesannya tentang karamah adalah, agar kita jangan sampai tertipu dengan segala kelebihan, keanehan, serta keunikan yang ada dalam diri kita. Karena karamah merupakan murni pemberian dan bukan suatu keahlian atau skill. Karena itu janganlah pernah berpikir atau berniat untuk mendapatkan karamah dengan melakukan ibadah atau wiridan-wiridan. Karena karamah yang paling mulia serta tinggi adalah istiqamah di jalan Allah swt dan Rasul-Nya jikalau ada orang mengaku memiliki karamah, tapi shalatnya tidak karuan, maka itu bukanlah karamah.
Karena kesungguhan, ibadah, serta keistiqomahan Tuan Guru Muhammad Zaini Abdul Ghani, maka Allah swt pun memberinya beberapa karamah serta kelebihan sebagai penunjang dakwahnya. Di antara karamah-karamah itu sebagian di antaranya:
1.      Perampok yang bertaubat di tangannya
2.      Memunculkan buah rambutan pada saat bukan musimnya.
Ketika beliau masih tinggal di Keraton dimana biasanya setelah selesai pengajian atau pembacaan Maulid, beliau berbincang-bincang dengan beberapa orang murid yang masih belum pulang sambil bercerita tentang orang-orang tua dahulu, yang isinya untuk dapat diambil pelajaran dalam meningkatkan amaliyah. Tiba-tiba beliau bercerita buah rambutan yang pada waktu itu masih belum musimnya, dengan tiada disadari dan diketahui oleh yang hadir beliau mengacungkan tangan ke belakang dan kemudian tampak di tangan beliau satu biji buah rambutan masak yang kemudian buah rambutan tersebut langsung beliaumakan.

3.      Meminta kepada Allah agar diturunkan hujan pada musim kemarau.
Pada suatu musim kemarau yang panjang, dimana hujan sudah lama tidak turun sehingga sumur-sumur sudah hampir mengering, maka cemaslah masyarakat ketika itu dan mengharap hujan akan segera turun. Melihat hal yang demikian banyak orang yang datang kepada beliau mohon minta do’a agar hujan segera turun, kemudian beliau lalu keluar rumah dan menuju pohon pisang yang berada di dekat rumah beliau. Setelah memanjatkan doa’ kepada Allah Swt dan bertawassul kepada Baginda Rasulullah Saw lalu beliau goyang-goyangkan pohon pisang tersebut dan tidak lama kemudian hujanpun turun dengan derasnya.

4.      Air do’a KH. Zaini bin Abdul Ghani  

Banyak orang yang menderita sakit seperti batu ginjal, usus membusuk, anak yang tertelan jarum/peniti, orang yang sedang hamil dan bayinya jungkir serta meninggal di dalam perut ibunya, yang semuanya itu menurut keterangan dokter harus di operasi, namun keluarga mereka meminta doa dan pertolongan kepada KH. Muhammad Zaini Abdul Ghani, maka dengan air yang beliau berikan semuanya dapat tertolong dan sembuh tanpa operasi.
Masih banyak keramat dari KH. Muhammad Zaini Abdul Ghani. Yang tersebut di atas hanya sebagian dari sekian banyaknya keramat beliau yang di tulis oleh penulis. Memang keramat ini sangat sulit untuk akal sehat kita menerimanya, namun itulah kekuasaan Allah Swt yang ditunjukkan dan diberikan kepada seorang hamba yang dikasihi-Nya.[6]

Pandangan KH. Zaini bin Abdul Ghani Tentang Pendidikan
Abah guru sekumpul memfokuskan pelajaran agama dalam system salafi dan system talaqi karena menurut beliau syarat berkahnya ilmu itu belajar langsung kepada guru secara langsung Abah guru sekumpul sering kali menjabarkan suatu ilmu dengan humor yang dapat mudah di pahami oleh jamaahnya dan itu menjadi daya tarik khususnya warga Martapura untuk hadir di majelis beliau. Abah guru selalu menekankan pentingnya seorang guru untuk selalu tersenyum kepada murid-muridnya dan selalu sabar dalam mendidik. Banyak preman, psk, dll yang tobat bukan karena ilmunya abah guru sekumpul tetapi karena akhlaknya yang luar biasa kepada siapapun Beliau sering berjalan sendiri ke tengah-tengah masyarakat dan membantu warga di lingkungan beliau Beliau tidak pernah marah jika ada murid yang nakal dan bodoh malah tambah beliau sayang dan banyak di antara mereka-mereka yang sekarang menjadi orang besar menjadi ulama ataupun pejabat Menurut beliau seorang guru harus mempunyai pekerjaan lain seperti berdagang dll agar bisa ikhlas dalam mengajar[7]
Di sini kita bisa mengambil kesimpulan pemikiran abah guru tentang pendidikan:
1.      Sebelum menyampaikan beliau terlebih dahulu mengamalkan.
2.      Berakhlakul karimah kepada siapa saja.
3.      Tidak mencari penghasilan dalam mengajar.
4.      Metode beliau menggunakan metode salaf dan talaqi.
5.      Menyampaikan ilmu dengan proses secara bertahap mengerti kondisi dari masing-masing muridnya.
6.      Senantiasa bersifat kasih tanpa pilih kasih.
7.      Memiliki sifat bersahabat terhadap murid-muridnya.
8.      Bersifat tawadhu.
9.      Tidak membentak orang yang bodoh.
10.  Beliau sering kali menanamkan sejumlah ilmu pengetahuan yang lebih dulu di butuhkan dalam masyarakat seperti ilmu fiqih tanpa meninggalkan ilmu tassawuf. Karena ilmu fiqih tanpa tassawuf maka seseorang akan gampang untuk menjelek-jelekan orang lain.
11.  Beliau selalu menekankan santri bukan hanya bisa menjadi ulama tapi harus mempunyai keterampilan yang lain(banyak murid dari abah guru yang menjadi pejabat ilmuwan dll
“Guru saya pernah berkata” ujar Abah Guru “belajar ilmu alat tu nang ai kada usah dalam2 yang penting paham dan bisa baca kitab”
Dalam hal ini abah guru sekumpul tidak pernah menekankan untuk bisa menguasai berbagai fan ilmu karena beliau menyadari batas dari masing-masing muridnya yang selalu beliau tekankan yaitu metode agama dan metode akhlak Pendidikan agama merupakan proses manusia untuk mengenal Tuhannya dan bagaimana cara bermasyarakat yang baik.[8]
Kontribusi dan karya-karya KH. Zaini bin Abdul Ghani
Beliau mempunyai kontribusi yang sangat besar terlebih dalam bidang agama di Kalimantan dilihat kebanyakan ulama-ulama besar di Kalimantan khususnya di Kalimantan timur dan Selatan pernah berguru kepada beliau.
Beliau (guru sekumpul) dulu mendirikan majelis ta’lim yang dimana belum ada penghuninya di daerah tersebut tetapi sekarang menjadi sebuah daerah yang sangat ramai disana. Majelis ta’lim beliau di bagi 2 waktu, khusus laki-laki hari Minggu dan Kamis setelah Ashar, khusus perempuan hari Sabtu pagi. Pembacaan maulid habsyi (simtudduror) setiap malam Senin di mulai dari shalat Maghrib berjamaah sampai Isya dan di lanjutkan.[9]
Menurut beberapa kalangan pengajian abah guru sekumpul merupakan pengajian dengan jumlah jamaah terbanyak di Indonesia lebih-lebih di momen tertentu seperti haul syekh Muhammad Samman al-madani dan malam nisfu sya’ban. Kebiasaan adat di martapura yaitu mendirikan majelis ta’lim bukan pesantren (yang lebih di kenal di masyarakat banjar dengan nama ngaji duduk) beliau mempunyai madrasah sekitar 100m dari mushola ar raudloh yang bernama darul ma’rifah yang mempunyai siswa dan siswi lebih dari 1000 yang bersistem salaf (seperti pondok pesantren).Yang sekarang di asuh oleh kedua anak beliau dengan di bantu oleh murid2 abah guru sekumpul.
Guru sekumpul dalam membaca kitab selalu memfokuskan kepada tiga cabang yang fardhu ‘ain yaitu tentang tauhid, fiqih, dan tassawuf.
Beliau mempunyai banyak usaha (mayoritas orang martapura mencari rezeki dengan bergadang). Salah satu nya beliau mempunyai usaha toko yang bernama az-zahra yang menjual berbagai produk busana muslim dan kitab-kitab yang memakai nama brand toko beliau sendiri dan mempunyai banyak cabang di Kalimantan maupun di Jawa.
Daerah Sekumpul Martapura Rayang dulu adalah tempat yang sepi bahkan jarang berpenghuni berkat kebesaran nama KH. Zaini bin Abdul Ghany sekarang daerah tersebut menjadi ramai dan banyak masyarakat mendapatkan dampak positifnya dalam bidang ekonomi maupun pendidikan.
Karya-Karya KH. Zaini bin Abdul Ghani
1.      Risalah al mubarakah, Berbicara tentang fadhilah shalawat
2.      Manakib asy- syeikh Muhammad samman al-madani, Membahas perjalanan hidup dan wejangan dari Syekh Saman Al Madani.
3.      Ar risalat an nuraniyah fi syarh at-tawassulat as-sammaniyah, Menjelaskan tata cara pengamalan tarekat samaniyah.
4.      Nubzat min manaqib al imam al-masyhur bil ustadz al a’zham Muhammad bin ali ba’alawi, Tentang manakib dari faqih muqaddam sebagai rasa syukur kelahiran anak beliau.
Akhir Hayat KH. Zaini Bin Abdul Ghani
Di penghujung usia, beliau menderita penyakit berat yang sulit disembuhkan, hingga terakhir beliau dirawat di sebuah rumah sakit di luar negeri, sebuah negara tetangga. Dengan tenaga yang tersisa beliau pulang ke rumah dan tiba pada pukul 20.30 WITA Selasa malam 4 Rajab 1426 H. keesokan harinya pada pukul 05.10 WITA pagi Rabu 5 Rajab 1426 H atau lebih tepatnya 10 Agustus 2005 M beliau pergi meninggalkan semua memenuhi panggilan Allah Swt. Jasad beliau dikebumikan di Pemakaman al-Mahya yang berada dalam kompleks ar-Raudhah dan disamping Mushalla ar-Raudhah tepatnya di samping makam paman beliau KH. Seman Mulia.
Haulan KH. Muhammad Zaini Abdul Ghani sebagai moment refleksi wasiat beliau tradisi memperingati meninggalnya seorang ulama atau lebih dikenal dengan istilah “haul” dilakukan bertujuan untuk meneladani ketokohan ulama bersangkutan. Namun tradisi itu belakangan hanya bersifat ritual, sedikit orang yang hadir dapat merefleksikannya. Sudah selayaknya momentum haul KH. Muhammad Zaini Abdul Ghani atau Guru Sekumpul dimaknai dengan kegiatan akbar dengan spirit menumbuhkan jiwa-jiwa ulama yang menjadi tuntunan dan tauladan bagi masyarakat.[10]















[1]Tim Pustaka Baru, 3 Permata Ulama dari Tanah Banjar, Malang: Pustaka Baru, 2012, Cet-1, hal: 62
[2]Tim Pustaka Baru, 3 Permata Ulama dari Tanah Banjar, Malang: Pustaka Baru, 2012, Cet-1, hal: 64
[3]Tim Pustaka Baru, 3 Permata Ulama dari Tanah Banjar, Malang: Pustaka Baru, 2012, Cet-1, hal: 64-65
[4]Wawancara dengan saudara (Asel Ramadhani) salah satu santri KH. Zaini bin Abdul Ghani. 3/12/2016.
[5] Tim Pustaka Baru, 3 Permata Ulama dari Tanah Banjar, Malang: Pustaka Baru, 2012, Cet-1, hal: 71
[6] Tim Pustaka Baru, 3 Permata Ulama dari Tanah Banjar, Malang: Pustaka Baru, 2012, Cet-1, hal: 72.
[7] Wawancara dengan saudara (Asel Ramadhani) salah satu santri KH. Zaini bin Abdul Ghani. 3/12/2016.
[8]Wawancara dengan saudara (Asel Ramadhani) salah satu santri KH. Zaini bin Abdul Ghani. 3/12/2016. 
[9]Wawancara dengan saudara (Asel Ramadhani) salah satu santri KH. Zaini bin Abdul Ghani. 3/12/2016. 
[10] Tim Pustaka Baru, 3 Permata Ulama dari Tanah Banjar, Malang: Pustaka Baru, 2012, Cet-1, hal: 83-84.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar